60 Desa di Bengkulu Lokus Intervensi Penurunan Stunting

Bengkulu, IPKB – Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu tetapkan 60 desa sebagai lokasi fokus (lokus) intervensi penurunan stunting pada 2020. Intervensi itu guna menekan turunnya kasus stunting atau gizi buruk di Bengkulu.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu Ir. Rusman Efendi, MM melalui Kasubbag Perencanaan Novrina Rizky Idnal, S.Psi kepada wartawan di kantornya mengatakan mengatakan, desa lokus itu tersebar di empat kabupaten, yakni Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Selatan masing-masing terdapat 10 desa, sedangkan lokus di Kabupaten Bengkulu Utara dan Seluma masing-
masing 20 desa.

Kasubbag Perencanaan BKKBN, Novrina Rizky Idnal, S.Psi

Ia mengatakan, penetapan wilayah tersebut telah diperkuat atas dasar Keputusan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KEP 42/M.PPN/HK/04/2020. Keputusan tersebut sebuah perintah institusi negara dalam percepatan penurunan stunting dan diperlukan intervensi sensitif dan spesifik yang dilaksanakan secara holistik, integratif dan berkualitas, ujar Novrina di ruang kerjanya, Kamis 16/7.

Secara nasional, kata Novrina, pada 2021 intervensi spesifik dan sensitif penurunan stunting itu terhadap 360 kabupaten/kota yang sesuai dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, katanya.

Untuk mempercepat penanganan stunting di daerah itu, pemerintah daerah setempat menindaklajuti penguatan program melalui surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor 76/Dinkes-Tahun 2019 Tentang Penetapan 100 Desa Lokus Aksi Rafflesia Dalam Upaya Penurunan dan Pencegahan Stunting di Provinsi Bengkulu.

Bahwa dalam melaksanakan percepatan perbaikan gizi masyarakat diprioritaskan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) yang melibatkan lintas sektor dan program. Bahwa berdasarkan hasil Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) masing-masing kabupaten/kota menetapkan 10 desa. ” 1.000 hari pertama kehidupan, yakni dimana masa selama 270 hari atau 9 bulan dalam kandungan ditambah 730 hari atau sampai anak berusia 2 tahun,”

Stunting merupakan kekurangan gizi kronis dan berulang, serta terjadi sejak di dalam kandungan. Adapun gizi buruk adalah kondisi kekurangan gizi dalam kurun waktu lama dan bersifat akut.

Dikatakan Novrina, bahwa BKKBN dalam penanganan stunting melalui penerapan dan pelaksanaan program pengendalian penduduk, menggiatkan kelompok bina keluarga balita (BKB), menggiatkan program Generasi Berencana (GenRe) serta mewujudkan program pendewasaan usia perkawinan (PUP).

Melalui beberapa program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat di daerah itu, sehingga program yang diperkuat UU Nomor 52/2009
Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga itu mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), demikian
Novrina. (rs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *