BERSAMA KOMISI IX DPR RI, BKKBN SOSIALISASI PEMBANGUNAN KELUARGA DALAM PENURUNAN STUNTING
Bengkulu, IPKB – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, menghadiri Sosialisasi Pembangunan Keluarga dalam Penurunan Stunting di Auditorium RRI Bengkulu, Kota Bengkulu di dampingi oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Drs. Hamka Sabri, M.Si, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu, Ir. Rusman Efendi, M.M., dan Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu, Samsu Amanah, S.Sos., Jum’at, 12 November 2021.
Kegiatan yang dihadiri oleh remaja dan sejumlah PIK-R di Bengkulu yang menyasar pentingnya mencegah stunting sejak dini mengingat indonesia sedang dan akan menghadapi bonus demografi selama 2020 – 2030 dimana usia produktif lebih dominan dari usia non produktif sehingga perlu adanya pengelolaan khusus dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Sekalipun jumlah penduduk non produktif yang diisi oleh kelompok usia lanjut ikut naik, pengelolaan usia lanjut juga penting untuk diperhatikan sehingga diperlukan Pembangunan SDM Indonesia dengan pendekatan siklus hidup berbasis perencanaan hidup berkeluarga yang diantaranya merencanakan berkeluarga, merencanakan memiliki anak, proses kehamilan yang direncanakan, periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Remaja.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena dalam sambutannya mengungkapkan “kita punya beban besar bagaimana menurunkan angka stunting di negeri ini (Indonesia), angka stunting ini penting karena itu (angka stunting), indikator bagaimana kita melihat potensi SDM kita di tingkat negara Indonesia khususnya Provinsi Bengkulu. Stunting adalah elemen kunci untuk mewujudkan keberhasilan Program Bangga Kencana BKKBN.” ungkapnya.
Definisi Stunting menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) adalah Kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bayi di Bawah Lima Tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Jadi Stunting tidak muncul secara tiba-tiba. Melainkan proses yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Negara yang angka stuntingnya tinggi kebanyakan terjadi pada negara dengan kondisi ekonomi dan pendidikan rendah. Rendahnya kondisi ekonomi dan pendidikan mengakibatkan kurangnya dalam memenuhi gizi suatu keluarga sehingga selain menyebabkan kurang gizi juga dapat menyebabkan stunting.

Berdasarkan sumber www.GlobalNutritionSeries.org, dampak kesehatan dari stunting secara fisik yang tampak adalah gagal tumbuh yang dapat dilihat dari berat lahir rendah, kecil, pendek dan kurus. Juga perkembangan yang terhambat baik secara kognitif dan motorik dimana kemampuan otak dalam merespon sesuatu berjalan sangat lambat. Serta dapat mengakibatkan gangguan metabolik pada saat dewasa diantaranya adalah rentan tertular penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, dan penyakit jantung.
Sedangkan Dampak Ekonomi menurut The World Bank, 2016, stunting dapat menimbulkan potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya antara 2% s.d 3% dari Gross Domestic Product (GDP) / Produk Domestik Bruto (PDB) jika PDB Indonesia Rp 13.000 Triliun, potensi kerugian Rp 260-390 Triliun/Tahun. Sedangkan menurut Hoddinott, et al, 2013 International Food Policy Research Institute, potensi keuntungan ekonomi dari investasi penurunan stunting di indonesia adalah 48 kali lipat.
Dalam mencegah stunting, 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) harus diperhatikan. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengungkapkan “Pada saat anak dalam kandungan, yang harus kita bekali gizi yang cukup adalah ibunya. untuk itu berikan perhatian yang lebih agar ibu yang sedang mengandung mendapatkan gizi yang lebih dari biasanya. Jadi jika nanti sang anak lahir tentu gizi tersebut akan diberikan kepada bayi atau anak yang lahir tersebut. Dan ibu tetap diberikan nutrisi yang cukup sehingga bisa membantu memenuhi kebutuhan gizi anaknya melalui air susu ibu (ASI) dan nutrisi gizi tambahan juga diberikan pasca anak sudah mulai bisa makan secara mandiri. Ini hanya terjadi pada masa seribu hari pertama kehidupan terhitung sejak dalam kandungan, bukan dihitung sejak anak dilahirkan” ungkapnya.
Terdapat 3 (tiga) komponen utama dalam penanggulangan stunting, diantaranya pola asuh, pola makan, dan air bersih sanitasi. Dalam penanggulangannya juga membutuhkan dukungan dari masyarakat, khususnya kaum milenial untuk turut menurunkan stunting diantaranya memulai pola hidup sehat dengan menyebarkan informasi tentang pencegahan dan penanggulangan stunting, makan dengan menu beragam termasuk pangan lokal, katakan tidak untuk alkohol, rokok dan narkoba, serta memiliki hubungan pasangan yang sehat dengan pernikahan yang direncanakan.
Komisi IX DPR RI memberikan dukungan yang sangat kuat bagi BKKBN terhadap penurunan stunting. Berdasarkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI dengan Kepala BKKBN RI dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan RI pada 29 September 2021, Komisi IX DPR RI menunjuk BKKBN RI sebagai Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting untuk mempercepat Sosialisasi dan Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) sesuai amanat Peraturan Presiden RI No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. BKKBN dan Kementrian Kesehatan RI untuk lebih meningkatkan koordinasi dengan kementrian/lembaga terkait dan pemerintah daerah dalam percepatan penurunan stunting sesuai dengan Peraturan Presiden RI No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Isi dalam Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) diantaranya adalah penyediaan data keluarga beresiko stunting, audit kasus stunting, pendampingan keluarga beresiko stunting, surveilans keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin.(ac)