Cegah Stunting BKKBN Sasar Kelompok Remaja
Bengkulu, IPKB – Mendasari UU Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia ( SDM ) salah satunya penurunan prevalensi stunting di tanah air. Dalam penanganan penurunan prevalensi stunting BKKBN sasar kelompok remaja.
Dalam penanganan stunting, BKKBN lembaga yang ditunjuk sebagai leading sektor garap kelompok umur remaja, hal itu guna meningkatkan pengetahuan gizi ibu yang memadai terkait pemenuhan gizi di 1000 hari pertama kehidupan ( HPK ) dapat dibekali dimulai sejak usia remaja sebagai persiapan memasuki masa prakonsepsi.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu Ir. Rusman Efendi., MM menyebutkan, penduduk usia 8 – 23 tahun di Bengkulu mencapai 581.970 jiwa atau sebesar 28 persen dari jumlah penduduk 2.010 juta jiwa. Kelompok usia tersebut perlu pendampingan dalam mendapati pengetahuan tentang kesehatan agar secara spesifik memahami stunting.

Untuk mencegah stunting juga perlu intervensi pada siklus hidup ditahap remaja terhadap pengetahuan gizi ibu dan gizi pada 1000 HPK yang dapat dibekali sejak usia remaja. Dengan pengetahuan tersebutremaja dapat mempersiapkan diri memasuki masa prakonsepsi. Sehingga tumbuhlah ibu dan generasi dilahirkan sehat yang siap mengisi pembangunan berkelanjutan, ujar Rusman.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tersebut tidak hanya dialami baduta dan balita, akan tetapi dapat terjadi pada kelompok remaja yang disebabkan karena masalah gizi saat balita atau pra-sekolah. Malnutrisi yang terjadi pada masa balita yang mengindikasikan stunting, akan berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan remaja terhambat.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas 2018 ) merilis prevalensi status gizi tinggi badan pada umur 16-18 tahun di Provinsi Bengkulu dengan kondisi tubuh sangat pendek mencapai 3,59 persen dan tubuh pendek 19,88 persen, itu menunjukkan stunting pada remaja mencapai 23,46 persen. Dengan karakterristik kelamin laki-laki 28,14 persen, dan terhadap kelompok perempuan mencapai 45,94 persen. Dan karakteristik tempat tinggal perkotaan sebesar 21,18 persen, pedesaan sebesar 24,65 persen.
Selain strategi pencegahan stunting, pendampingan pada kelompok remaja dalam pengetahuan reproduksi dapat menekan angka kelahiran pada usia muda. Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia ( SDKI 2017 ) angka kelahiran pada kelompok usia 15-19 tahun masih cukup tinggi yang mencapai 49/1000 kh.
Menurut Rusman, dalam pelaksanaan program pembangunan kependudukan pihaknya telah menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah dan swasta di Bengkulu, dan bahkan organisasi keagamaan, MUI, PAFSEDU serta sejumlah lembaga pendidik tinggi.
” Beberapa waktu ini telah berlangsung sosialisasi risiko stunting yang fokus menyasar remaja bersama DPR RI dalam penguatan pembangunan keluarga di Bengkulu “.
Melalui kerjasama lintas sektor tersebut selain memberikan pendidikan pencegahan stunting, terlebih awal bertujuan untuk menekan angka pernikahan usai anak, sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM yang dapat diketahui dengan indek pembangunan manusia ( IPM ). Di Bengkulu, pada 2020 tercatat IPM sebesar 71,40 persen yang meningkat dari sebelumnya pada angka 71,21 persen.
Menurut Rusman, kualitas indeks pembangunan tersebut dipengaruhi oleh pendidikan. Dimana rata-rata lama sekolah masyarakat di Provinsi Bengkulu pada 2020 masih 8,84 tahun. ( rs )