Cegah Stunting BKKBN Sasar Puluhan Ribu Keluarga Baduta
Bengkulu, IPKB – Upaya mencegah kasus gizi buruk kronis yang berakibat pada stunting di Provinsi Bengkulu. Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) setempat sasar puluhan keluarga bayi dua tahun (Baduta). Dengan sosialisasikan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) materi dan media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) di wilayah lokasi fokus (lokus) stunting.
Analis Kebijakan Ahli Madya Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Drs. Arsyad, M.Si kepada wartawan di ruang kerja baru ini mengatakan, desa lokus stunting itu terdapat di empat kabupaten, Kabupaten Seluma, kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Kaur. Dengan jumlah desa lokus stunting sebanyak 50 desa yang terdapat di Kabupaten Seluma sebanyak 20 desa dan Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara dan Kabupaten Kaur masing-masing sebanyak 10 desa, kata Arsyad.

Ia mengatakan, sejumlah wilayah tersebut merupakan lokasi penanganan stunting melalui pengasuhan 1000 hari pertama kehidupan (HPK) pada 2020, yang telah ditetapkan pada 2017 sebanyak 22. 222 bayi dua tahun di Provinsi Bengkulu. Terdapat di Kabupaten Kaur sebanyak 3.088 Baduta, Bengkulu Utara sebanyak 8.572, Bengkulu Selatan terdapat 4.472 dan Kabupaten Seluma sebanyak 6.090 orang.
Saat ini tengah digelar sosialisasi penanganan stunting di wilayah Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Dengan menggarap beberapa desa di wilayah kabupaten tersebut, kata Arsyad.
Masih Arsyad, gizi buruk adalah salah satu hal yang menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. Pemenuhan gizi yang belum tercukupi baik sejak dalam kandungan hingga bayi lahir dapat menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan, baik pada ibu maupun bayinya. Salah satu gangguan kesehatan yang berdampak pada bayi yaitu stunting atau tubuh pendek akibat kurang gizi kronik.
Anak stunting penyebab utamanya asupan gizi. Tak satupun penelitian yang mengatakan keturunan memegang faktor yang lebih penting daripada gizi dalam hal pertumbuhan fisik anak. Masyarakat, umumnya menganggap pertumbuhan fisik sepenuhnya dipengaruhi faktor keturunan. Pemahaman keliru itu kerap menghambat sosialisasi pencegahan stunting yang semestinya dilakukan dengan upaya mencukupi kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Ditambahkan Arsyad, faktor yang mempengaruhi bidang kesehatan yang terkait stunting, dapat disebabkan faktor perilaku gaya hidup atau populer dengan life style, faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan) Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan, dan derajat kesehatan masyarakat.
Melalui kegiatan yang menjadi program prioritas nasional (Pro-PN) 2020 itu diharapkan dapan menekan perkembangan gizi guruk kronis atau stunting di Provinsi Bengkulu dan umumnya Indonesia, demikian Arsyad. (rs)