Deputi ADPIN : Penanganan Stunting Mendorong Lajunya Peluang Bonus Demografi

Bengkulu, IPKB – Deputi Bidang Advokasi dan Penggerakan Informasi (ADPIN) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd menyebutkan bahwa upaya pemerintah dalam penangnan stunting bertujuan mendorong lajunya peluang bonus demografi.
Bonus Demografi, dimana jumlah penduduk kelompok usia produktif lebih besar dari kelompok usia non produktif. Indonesia diketahui menjadi negara yang kini memiliki bonus demografi atau ledakan penduduk. Pasalnya jumlah penduduk usia produktif lebih tinggi dibandingkan usia non produktif.
Menuju peluang bonus demografi tidak hanya memerlukan kelompok usainya yang produktif, akan tetapai jauh lebih memerlukan usia berkualitas. Dapat dikatakan penanganan stunting salah satu upaya mewujudkan keluarga berketahanan dan penduduk berkualitas.
Hal demikian itu disampaikan Deputi Bidang Adpin BKKBN Sukaryo Teguh Santoso saat menyampaikan sambutannya pada pembukaan “ Substansi dan Perkembangan Program Bangga Kencana” Diseminasi Hasil PK21 dan Pencanangan Tim Pendamping Keluarga Provinsi Bengkulu Tahun 2021, di Bengkulu, Rabu, 25/5.

Dikatakan Teguh, secara demografis, dampak program KB di Indonesia, dapat dilihat dari menurunnya tingkat ketergantungan penduduk (Dependency Ratio). Pada tahun 1970 defedency ratio sebesar 82,5 menurun pada tahun 2012 sebesar 50,5 dan saat ini defedency ratio sebesar 47,7 persen.
Rendahnya defedency ratio tersebut, maka sejak tahun 2012, Indonesia telah menikmati bonus demografi karena penurunan fertilitas, yang ditandai dengan berlimpahnya penduduk usia produktif. Situasi tersebut sebagai dampak dari pelaksanaan program KB dalam waktu yang cukup lama.
Berlimpahnya penduduk usia productif (usia kerja), merupakan peluang bagi Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi, bila penduduk usia produktif tersebut memiliki kualitas yang unggul yaitu memiliki kompetensi, sehat, memiliki pekerjaan, jumlah anak ideal dan integritas, ujarnya.
“Bonus demografi yang kita alami saat ini, waktunya tidak akan lama, karena menurut para ahli bahwa jendela peluang yang disebabkan karena bonus demografi tersebut hanya berlangsung sampai dengan tahun 2035. Setelah itu, Indonesia akan mengalami bonus demografi kedua, namun harus bersumber dari kelompok lansia yang sehat, berpendikan dan produktif”.
Akselerasi penurunan stunting, kata Teguh, telah diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting. Yang telah menempatkan BKKBN sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting nasional.
Stunting memang harus kita cegah, karena menyangkut kualitas generasi mendatang. Stunting tidak hanya berdampak pada gagal tumbuh seorang anak (Balita), namun dikemudian hari akan tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang tidak produktif dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Selama ini Indonesia telah berupaya keras untuk menurunkan prevalensi stunting. Pada tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 37,2 persen (Riskesdas 2013), 30,8 persen (Riskesdas 2018), 27,67 persen (SSGBI 2019), dan saat ini sebsar 24,4 persen (SSGI 2021).
Menurut Teguh, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam pencegahan stunting. Mulai dari calon pengantin, hamil, dan pasca persalinan, serta pengasuhan balita.
Oleh karena itu, program Bangga Kencana berkolaborasi dengan program pembangunan lainnya sangat dibutuhkan dalam pencegahan dan penanggulangan stunting, demikian Teguh. (rs)