Kabupaten Lokus Stunting Ikuti Pertemuan Advokasi dan Koordinasi Daerah

Pemateri dari Bappeda Prov Bengkulu pada advokasi dan koordinasi penggarapan daerah wilayah lokus stunting, Senin,16/11. (photo Idris)

Bengkulu, IPKB – Beberapa kabupaten yang ditetapkan oleh pemerintah sejak beberapa tahun lalu sebagai lokasi fokus (lokus) penggarapan wilayah stunting. Unsur pemerintah daerah itu ikuti advoasi dan koordinasi daerah penggarapan wilayah stunting di daerah itu.

Pertemuan yang digelar pada pekan ke-dua November 2020 itu melibatkan beberapa unsur pemerintah diantaranya seperti Bappeda, Dinkes, Dinas Pendidikan,Dinas PMD dari empat kabupaten sebagai wilayah lokus stunting, daerah itu yakni Kabupaten Kaur, Bengkulu Selatan, Seluma dan Kabupaten Bengkulu Utara.

Koordinator Bidang KS-PK BKKBN Drs. Arsyad, M.Si.

Pelibatan unsur-unsur pemerintah itu bertujuan untuk mengevaluasi serta intervensi rencana tindak lanjut program penurunan stunting di sejumlah wilayah itu. Pasalnya, program penurunan stunting telah berjalan sejak beberapa tahun lalu yang berdasarkan keputusan pemerintah,baik pemerintah pusat hingga daerah.

Koordinator Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu Drs. Arsyad, M.Si mengatakan, kegiatan yang berlangsung selama dua hari sejak 16-17 November itu, secara khusus bertujuan agar terbentuknya komitmen lintas sektor dalam meningkatkan kualitas pengelola program prioritas nasional (Pro PN) stunting.

Melalui pertemuan itu kata Arsyad, juga diharapkan agar adanya sinkronisasi intervensi dan evaluasi pelaksanaan penurunan stunting di wilayah Provinsi Bengkulu. Dan dengan pertemuan tersebut agar pengambil kebijakan di daerah dapat menentukan arah terhadap pelaksanaan program penurunan stunting. Dari empat daerah kabupaten tersebut, pemerintah menetapkan lokus penggarapan stunting dengan 60 desa.

” Stunting merupakan kekurangan gizi kronis dan berulang, serta terjadi sejak di dalam kandungan. Adapun gizi buruk adalah kondisi kekurangan gizi dalam kurun waktu lama dan bersifat akut “.

BKKBN dalam penanganan stunting melalui pelaksanaan program pengendalian penduduk dengan menggiatkan kelompok bina keluarga balita (BKB), program Generasi Berencana (GenRe) serta mewujudkan program pendewasaan usia perkawinan (PUP). Usia ideal untuk perkawinan itu 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun bari remaja pria.

Sementara itu Kasubbag Perencanaan BKKBN Bengkulu Novrina Rizky Idnal, S.Psi kepada wartawan di kantornya mengatakan , desa lokus itu tersebar di empat kabupaten, yakni Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Selatan masing-masing terdapat 10 desa, sedangkan lokus di Kabupaten Bengkulu Utara dan Seluma masing-masing 20 desa.

Ia mengatakan, penetapan wilayah tersebut telah diperkuat atas dasar Keputusan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KEP 42/M.PPN/HK/04/2020. Keputusan tersebut sebuah perintah institusi negara dalam percepatan penurunan stunting dan diperlukan intervensi sensitif dan spesifik yang dilaksanakan secara holistik, integratif dan berkualitas, ujar Novrina di ruang kerjanya,beberapa waktu lalu.

Novrina Rizky Idnal, S.Psi, Kasubbag Perencanaan.

Secara nasional, kata Novrina, pada 2021 intervensi spesifik dan sensitif penurunan stunting itu terhadap 360 kabupaten/kota yang sesuai dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, katanya.

Untuk mempercepat penanganan stunting di daerah itu, pemerintah daerah setempat menindaklajuti penguatan program melalui surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor 76/Dinkes-Tahun 2019 Tentang Penetapan 100 Desa Lokus Aksi Rafflesia Dalam Upaya Penurunan dan Pencegahan Stunting di Provinsi Bengkulu.

Bahwa dalam melaksanakan percepatan perbaikan gizi masyarakat diprioritaskan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) yang melibatkan lintas sektor dan program. Bahwa berdasarkan hasil Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) masing-masing kabupaten/kota menetapkan 10 desa. ” 1.000 hari pertama kehidupan, yakni dimana masa selama 270 hari atau 9 bulan dalam kandungan ditambah 730 hari atau sampai anak berusia 2 tahun,” ujar Rina. (rs

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *