Kepala BKKBN Jelaskan Stunting di Bengkulu

Bengkulu, IPKB – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) Republik Indonesia ( RI ) Dr. dr. Hasto Wardoyo., Sp.OG ( K ) pada kunjungan kerja di Bengkulu menjelaskan stunting, risiko dan langkah mengatasinya. Bincang stunting itu dengan menggelar advokasi pemangku kebijakan daerah dalam rangka percepatan penurunan stunting di daerah itu.
Advokasi stunting itu atas persetujuan pemerintah daerah provinsi setempat untuk terdapatnya pemahaman yang sama dan utuh terhadap masalah kependudukan yang disebabkan kurangnya asupan gizi pada janin, ibu hamil dan bayi, kata Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo pada advokasi pemangku kebijakan daerah dalam rangka percepatan penurunan stunting, pada pekan ke-dua Desember 2021, Rabu, 8/12.
Dikatakan Hasto, dengan adanya pemahaman tentang stunting maka semua elemen pemerintah dapat menyusun rencana kerja dalam percepatan penurunan prevalensi stunting di Bengkulu. Hal itu sejalan dengan imbauan Gubernur Bengkulu Dr. Rohidin Mersyah., M.A saat menyampaikan sambutannya pada pembukaan advokasi stunting bersama pemangku kebijkan itu.
Hadir pada advokasi yang digelar di Gedung Balai Daerah Pemerintah Provinsi Bengkulu itu, Kepala Kepolisian Daerah Bengkulu Irjen. Pol. Drs. Guntur Setyanto, M.Si. Komandan Korem 041 GAMAS, dan Fokopimda Provinsi Bengkulu, Wakil Gubernur Bengkulu Dr. Rosjonsyah, Sekretaris Daerah Bengkulu Drs. Hamka Sabri., M.Si.

Dalam materinya Hasto menyebutkan, stunting, risiko, penyebab dan langkah dalam upaya mengatasi kasus tubuh pendek tersebut. ” Stunting itu potensi untuk tumbuh tinggi badan yang tidak optimal, potensi untuk menjadi cerdas juga tidak tercapai, itulah stunting, stunting itu pasti tubuh pendek, tapi bertubuh pendek belum tentu stunting, ujarnya.
Mengapa perlu dan sangat penting serta amat mendesak untuk mengatasi stunting, selain dampaknya yang merugikan masa depan bangsa. Namun yang lebih lagi, pemerintah mentargetkan pada 2024 mendatang prevalensi stuinting di tanah air sebesar 14 persen. Sementara saat ini kasus tubuh kerdil itu masih pada angka 27, 67 persen ( Riskesdas 2018 ). Dipandang pentingnya atas stunting itu untuk menyambut dan menghadapi peluang Indonesia emas pada 2045.
Ia mengatakan, orang penyandang status stunting akan mengalami tiga kerugian, pertama, tubunya tidak tinggi yang akibatnya kondisi itu sulit bersaing dalam penerus pembangunan, peluang untuk menjadi TNI, Polri akan hilang, bahkan kerugian ke-duanya, orang stunting sulit untuk cerdas sehingga akan berpeluang menjadi beban bangsa, dan kerugian ke-tiga ketika di hari tuanya orang stunting cenderung central obice, yang cenderung gemuk di tengah tapi pendek.
Jadi kerugian orang stunting itu pada hari tua tidak produktif, pada usai diatas 40 tahun mengalami central obice yang memiliki risiko lebih tinggi. Sehingga pemerintah melalui Presiden RI Joko Widodo sangat prihatin dengan kondisi tubuh kerdil, karena cenderung tidak produktif.
” Kalau 1/3 penduduk kita stunting, menjadikan bangsa ini repot sekali, dan kuncinya mengatasi stunting adalah generasi muda. Makanya generasi muda perlu sekali mendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Ketika remaja menjadi calon pengantin dipastikan kesehatannya yang bagus, sebab untuk menghasilakan anak, atau bayi yang sehat maka perlu diawali kesehatan calon ibu yang lebih prima,” kata Hasto.
Ia menambahkan, penyebab stunting kurangnya pengasuhan pada 1000 hari pertama kehidupan. 1000 HPK itu sejak ketemunya sperma dengan indung telur dalam rahim hingga anak berusia dua tahun, karena hamil itu selama 280 hari, dan pasca lahir selama 720 hari. Pada 1000 HPK itu menentukan tumbuh kembang akan yang normal.
” Bayi sebelum dua tahun, dengan tulang kepalanya masih renggang, yang membutuhkan asupan gizi cukup untuk menjadi manusia yang cerdas, berkualitas, ” demikian Hasto. ( rs )