Nikah Usia Muda Berdampak Pada AKI dan Bayi

Bengkulu, IPKB – Masih tergolong tingginya kejadian pernikahan usia muda akan berdampak pada peristiwa kematian ibu dan bayi. Oleh sebab itu, pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus sosialisasikan program ketahanan keluarga. Yang terdapat didalamnya program pendewasaan usia pernikahan (PUP) dan pembekalan pengetahuan kesehatan reproduksi bagi remaja.

Sosialisasi PUP dan pembekalan pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi itu merupakan langkah tepat dalam menekan angka kematian ibu dan bayi, kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu Ir.Rusman Efendi, MM kepada wartawan di Bengkulu belum lama ini.

“Perkawinan usia muda (wanita di bawah 21) memicu tingginya angka kematian ibu dan bayi, untuk menghindari pernikahan usia muda remaja perlu pembekalan pengetahuan kesehatan reproduksi,” kata Rusman.

Data Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, angka pernikahan usia dini (19 tahun ke bawah) 46,7 persen. Bahkan, perkawinan di kelompok umur 10 -14 tahun hampir 5 persen.

Sementara peristiwa nikah usia dini di Bengkulu masih terbilang tinggi. Pada kelompok usia dibawah 16 tahun masih sebesar 16, 47 persen dan kelompok umur 17-18 tahun sebesar 22,48 persen.

Dari sisi kesehatan, organ reproduksi perempuan berusia di bawah 19 tahun belum matang sehingga menikah dan hamil di usia itu berisiko tinggi, seperti perdarahan.

Pernikahan usia dini termasuk faktor risiko kematian ibu. Risiko kematian ibu naik jika hamil di usia terlalu muda, jarak antarkehamilan terlalu rapat, jumlah anak terlalu banyak, dan hamil di usia terlalu tua.

Dikatakan Rusman, upaya menekan AKI dan bayi, selain sosialiasi pendewasan usia pernikahan (PUP), baik pada remaja wanita (+21 tahun) dan remaja pria (+25 tahun) BKKBN melalui program ketahanan keluarga tetap secara terus menerus mensoaialisasikan risiko 4T.

“Angka kematian ibu dan bayi sulit ditekan jika angka kelahiran total atau total fertilitas rate (TFR) sulit diturunkan”.

Ditambahkan Rusman, Selain pendewasaan usia pernikahan, calon ibu juga harus berstatus gizi baik sejak remaja, bahkan anak-anak. Jika status gizi calon ibu kurang, kehamilan kurang gizi memicu anemia yang berdampak buruk pada janin.

UU nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga salahsatunya terdapat pelaksanaan program ketahanan keluarga.

Implementasikan amanat undang-undang tersebut Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu miliki 114 kelompok bina ketahanan remaja (BKR) dan 337 pusat informai konseling remaja (PIK-R) yang tersebr di sejulah daerah kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, pungkas Rusman. (rs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *