Opini: Optimalkan Peran Tim Pendamping Keluarga, Upaya Cegah Stunting dari Lini Bawah

Opini : Optimalkan Peran Tim Pendamping Keluarga, Upaya Cegah Stunting dari Lini Bawah
Oleh: Rofadhila Azda, S.IKom, M.A / Pranata Humas Ahli Muda – Sub Koordinator Bidang Advokasi dan KIE Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu

Pranata Humas Ahli Muda, Rofadhila Azda, S.IKom., M.A. selaku Sub Koordinator Bidang Advokasi dan KIE Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu

Pemerintah telah menetapkan Stunting sebagai isu prioritas nasional dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 dengan target penurunan yang signifikan dari kondisi 24,4% pada tahun 2021 menjadi 14% pada tahun 2024. Dalam upaya mendukung tercapainya target nasional tersebut, telah ditetapkan sasaran dan strategi nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dimana BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.

Mengenal Stunting
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan berada dibawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) melakukan percepatan penurunan Stunting melalui pendekatan keluarga untuk mencegah lahirnya bayi Stunting. Stunting merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia. Percepatan Penurunan Stunting dimulai pada saat masa prakonsepsi sampai dengan 1.000 hari pertama kehidupan.
Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan kegiatan dan pelayanan kepada sasaran yang diselenggarakan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), BKKBN membentuk Satuan Tugas Percepatan Penurunan Stunting di Tingkat Provinsi dan Kabupaten / Kota serta Tim Pendamping Keluarga yang bergerak di level teknis di Desa dan Kelurahan. Tim Pendamping Keluarga adalah sekelompok tenaga yang terdiri dari Bidan, Kader TP PKK dan Kader KB yang melaksanakan pendampingan kepada Calon Pengantin / Calon Pasangan Usia Subur, keluarga dan keluarga yang berisiko Stunting yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial serta surveilans untuk mendeteksi dini faktor resiko stunting. Tim Pendamping Keluarga ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) oleh Kepala Desa atau Lurah atau Pejabat yang Berwenang.

Peran Tim Pendamping Keluarga (TPK)
Pemerintah memprioritaskan sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan cakupan pelayanan kepada kelompok sasaran Percepatan Penurunan Stunting yang meliputi remaja, calon pengantin / calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0 (nol) hingga 59 (lima puluh sembilan) bulan. Oleh sebab itu, dalam penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting membutuhkan pendekatan intervensi yang komprehensif. Intervensi ini mencakup aspek penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan serta peningkatan akses air minum serta sanitasi.
Intervensi yang paling menentukan adalah mempersiapakan calon ibu, memberikan pelayanan maksimal kepada ibu hamil dan memastikan persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. ASI ekslusif diberikan dengan diawali melalui inisiasi menyusui dini dan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan yang dilakukan secara terus menerus oleh tenaga Kesehatan pada 1000 hari pertama kehidupan. Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil seringkali tidak disadari baik itu oleh individu, keluarga maupun masyarakat sebagai sebuah masalah yang harus dicegah dan diselesaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebanyakan keluarga tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan perilaku kesehatan yang tepat. Oleh sebab itu, menempatkan keluarga sebagai lokus maupun fokus tanggung jawab pemecahan persoalan stunting menjadi sangat penting.

Berdasarkan Riskedas 2018, prevalensi ibu hamil KEK (Kekurangan Energi Kronik) pada WUS (Wanita Usia Subur) usia 15-19 tahun dan 20-24 tahun masih tinggi, yakni 33,5 persen dan 23,3 persen. Kehamilan di usia anak dapat meningkatkan kekurangan gizi dikarenakan masih terjadinya pertumbuhan fisik. Sementara, prevalensi KEK pada remaja putri (usia 15-19 tahun) sebesar 36,3 persen. Pengetahuan tentang asupan makanan bergizi pada remaja dan ibu hamil serta gaya hidup dengan pola makan yang salah masih menjadi kendala. Dari aspek pelayanan ibu hamil, yakni pelayanan antenatal sesuai standar baru tercapai 58,98 persen pada tahun 2020. Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah belum semua anak usia 0-5 bulan mendapatkan ASI secara ekslusif. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat, khususnya keluarga, membutuhkan pelayanan konseling kehamilan dan gizi keluarga, pelayanan kehamilan, serta pelayanan dukungan kepada keluarga untuk dapat menyediakan gizi yang tepat bagi anggota keluarganya. Sekaitan hal tersebut, BKKBN memandang perlu dilakukannya pendampingan keluarga berisiko stunting dalam rangka mendekatkan pelayanan pencegahan stunting kepada keluarga-keluarga Indonesia.

Tim Pendamping Keluarga Berisiko Stunting adalah tim yang terdiri dari bidan, kader Tim Penggerak PKK dan Kader KB/IMP untuk menjadi pendamping keluarga yang memiliki remaja, calon pengantin, ibu hamil dan pascasalin, serta bayi baru lahir hingga usia 5 tahun dalam rangka pencegahan stunting. Tim pendamping bertugas melaksanakan deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau mencegah pengaruh bila terdapat faktor risiko stunting di suatu keluarga. Tim ini akan memberikan edukasi, konseling dan fasilitas bantuan kepada keluarga-keluarga yang berisiko, baik dari aspek intervensi spesifik maupun intervensi sensitive yang berpengaruh terhadap kemunculan kasus-kasus stunting.

Saat ini Jumlah Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang telah terbentuk di Indonesia adalah sebanyak 200.000 TPK atau berjumlah 600.000 orang. Untuk Provinsi Bengkulu, Jumlah Tim Pendamping Keluarga yang telah terbentuk adalah 1.867 TPK yang tersebar di 1513 Desa/Kelurahan dengan jumlah total 5.601 orang. Dengan hadirnya tenaga di lini bawah diharapkan bisa memberikan upaya terbaik dalam percepatan penurunan stunting.

Besarnya tugas dan peran tim pendamping keluarga tentu membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu, diperlukan suatu sistem rekrutmen yang baik untuk mendapatkan tenaga-tenaga relawan berkualitas dari masyarakat yang memiliki kompetensi dan dapat diandalkan untuk menyelenggarakan percepatan penurunan stunting ini. Dengan memperbanyak pelatihan untuk peningkatan kompetensi teknis serta memperluas jejaring ke semua sektor lintas sektoral diharapkan mampu menjadi daya ungkit Tim Pendamping Keluarga sebagai garda terdepan percepatan penurunan stunting di desa dan kelurahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *