Pengetahuan Kespro Remaja Rendah Picu Nikah Muda

Bengkulu, IPKB – Rendahnya tingkat pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi ( kespro ) dapat menjadi pemicu terjadinya peristiwa nikah usia anak alias nikah muda di tengah masyarakat.
Akibat dari itu menjadikan remaja rentan terhadap perilaku seksual berisiko. Remaja menjadi rentan mengalami pernikahan di usia dini, kehamilan tidak diinginkan, dan terinfeksi penyakit menular seksual hingga pada tindakan aborsi.
Upaya meningkatkan pengetahuan remaja tentang Kespro, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) mengembangkan program ketahanan keluarga yang dituangkan dalam UU Nomor 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Yang didalamnya terdapat kelompok kegiatan ( Poktan ) Bina Ketahanan Remaja ( BKR ) dengan mengembangkan program Generasi Berencana ( GenRe ) dan Pusat Informasi Konseling Remaja ( PIK-R).
Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga ( KS-PK ) Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu Weldi Suisno, ME kepada wartawan di kantornya belum lama ini.

Ia mengatakan, kegiatan tersebut menyasar kelompok-kelompok remaja yang rentan berperilaku hidup bebas sehingga dapat berdampak berperilaku seks bebas, dan penyalah gunaan narkotika, psykotropika, dan zat adiktif lainnya ( NAPZA).
Pengembangan program ketahanan keluarga, kata Weldi merupakan upaya penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja sebagai upaya menciptakan generasi yang berkualitas. Sehingga nantinya remaja tumbuh sebagai objek pembangunan berkelanjutan, ujar Weldi.
Berdasarkan laporan rutin pengendalian lapangan BKKBN Provinsi Bengkulu pada 2021, terdapat 1.029 kelompok bina ketahanan remaja ( BKR ) dan 502 PIK-R, yang tersebar di sejumlah daerah kabupaten/kota, sebut Weldi.
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) memberikan bekal pengetahuan kepada remaja mengenai anatomi fisiologi reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan janin dan berbagai permasalahan dan cara penanganan terkait dengan kesehatan reproduksi. Pendidikan KRR tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penyuluhan, bimbingan atau konseling. Salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan masalah KRR adalah dibentuknya Program Generasi Berencana (GenRe) yang bertujuan agar remaja bisa merencanakan karir dan pernikahan sesuai dengan siklus kesehatan remaja.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) KRR tahun 2017 menunjukkan
bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia masih rendah. Dimana persentase wanita belum kawin umur 15-24 tahun yang mengetahui tentang masa subur hanya sebesar 33 persen yang tahu dengan benar, sementara 61 persen yang tahu tetapi tidak benar, dan enam persen tidak tahu sama sekali.
Sedangkan persentase pria belum kawin umur 15-24 tahun yang mengetahui tentang masa subur wanita sebesar 37 persen yang mengetahui dengan benar, 55 persen tahu tetapi tidak benar, dan delapan persen yang tidak mengetahui sama sekali.
Masih tergolong rendanya pengetahuan terhadap kespro juga dibuktikan dengan tingginya tingkat merokok pada laki-laki saat ini yaitu sebesar 55 persen dan 37 persen
mengkonsumsi minuman beralkohol.
Menurut dia, Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja sangat penting karena dapat mempengaruhi sikap dan perilaku remaja dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses pematangan fisiknya.
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu konsep atau kebijakan dalam pembangunan kesehatan yang lahir sebagai reaksi dalam konteks kependudukan dan perluasan program keluarga berencana (KB). Konsep ini mulai gencar disosialisasikan karena pengaruhnya dinilai sangat signifikan terhaap peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kesehatan reproduksi yang didefinisikan oleh International Conference of Population (ICPD) merupakan keadaan sehat (well-being), fisik, mental dan sosial menyeluruh (complete) dan tidak semata bebas dari penyakit atau keadaan lemah. ( rs )