SSGI : Balita Kerdil di Bengkulu Mencapai 22,1 Persen
Bengkulu, IPKB – Studi Status Gizi Indonesia ( SSGI ) tahun 2021 merilis jumlah balita dengan tubuh kerdil atau yang dikenal dengan stunting di Provinsi Bengkulu masih tergolong tinggi sebesar 22,1 persen. Yang tersebar disejumlah kabupaten/kota di daerah itu, di Kabupaten Kaur sebesar 11,3 persen ( medium ), Kabupaten Bengkulu Utara sebesar 20,7 persen, Bengkulu Selatan 20,8 persen, Kabupaten Mukomuko, dan Kota Bengkulu masing-masing sebesar 22,2 persen.
Selain itu di Kabupaten Kepahiang mencapai 22,9 persen, Kabupaten Lebong 23,3 persen, Kabupaten Seluma sebesar 24,7 persen, Kabupaten Bengkulu Tengah mencapai angka 25,5 persen, dan Kabupaten Rejang Lebong dengan angka stuntingnya sebesar 26,0 persen.

Angka tersebut jauh mengalami penurunan dari sebelumnya ( BPS 2019 ) yang merilis stunting sebesar 26,86 persen. Menilik kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu pada awal Januari 2022 baru ini menggelar rapat evaluasi penanganan stunting 2019, dan sosialisasikan Peraturan Presiden ( Perpres ) Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting di Aula Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu baru ini.
Perpres Nomor 72 tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting untuk mendorong dan menguatkan konvergensi antar program melalui pendekatan keluarga berisiko stunting, kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) Provinsi Bengkulu Ir. Rusman Efenmdi., M.M kepada pewarta di kantornya pada akhir pekan pertama Januari baru ini.
Perpres penurunan stunting memuat strategi-strategi nasional dalam percepatan penurunan stunting yang menjadi acuan semua lembaga pemerintah baik dari tingkat pusat hingga pemerintahan desa selaku pemangku kepentingan penanganan stunting.
Strategi nasional tersebut bertujuan menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi pada ibu hamil dan balita, memperbaiki pola asuh
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan akses air dan minum dan sanitasi.
Penurunan prevalensi stunting pada balita menjadi agenda utama Pemerintah RI. Perpres no. 72/2021 upaya percepatan pencegahan stunting agar konvergen, baik pada perencanaan, pelaksanaan, termasuk pemantauan dan evaluasinya di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk desa. Pemerintah mendorong keterlibatan semua pihak dalam percepatan pencegahan stunting agar prevalensi turun hingga 14 persen pada 2024 mendatang.
” Stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi. Angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting mencapai 54 persen. Artinya, sebanyak 54 persen angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting ( World Bank ) “. ( rs )