Wakil Walikota Minta Edukasi Stunting Perlu Menyasar Sekolah

Rapat persiapan apel siaga Tim Pendamping Keluarga (TPK) Kota Bengkulu di ruang kerja Wakil Walikota Bengkulu, Selas, 10/5.

Bengkulu, IPKB – Wakil Walikota Bengkulu Dr. Dedi Wahyudi selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Bengkulu. Upaya percepatan penurunan prevalensi stunting ia minta kepada sejumlah instansi terkait di daerah itu untuk mengedukasi kelompok remaja dengan menyasar sekolah-sekolah. Pasalnya, remaja adalah kelompok usia yang paling awal dalam pencegahan stunting dari sektor hulu.

” Perlu adanya petanya terhadap sekolah-sekolah yang rawan nikah usia dini, muali dari sekolah tingkat menengah pertama dan sekolah tingkat atas (SMP,SMA red). Agar mudah diterimah kelompok remaja/pelajar maka perlu melibatkan kelompok generasi berencana ( GenRe )”.

Dr. Dedi Wahyudi Wakil Walikota Bengkulu saat rapat persiapan Apel Siaga TPK.

Remaja, pelajar harus mampu menghindari pernikahan dini dan perilaku seks bebas agar tidak melahirkan bayi kurang gizi. Mereka perlu mendapat pengetahuan dan pendidikan kesehatan reproduksi.

Dalam pencegahan risiko stunting jangan terjadi pernikahan dini, untuk mencapai hal tersebut remaja harus mendapat pengetahuan dan pendidikan kesehatan reproduksi. ” Jangan adanya peristiwa pernikahan usia anak, siapkan usia ideal menikah bagi remaja putri,” kata Wakil Walikota Bengkulu Dr. Dedi Wahyudi saat rapat persiapan apel siaga tim pendamping keluarga ( TPK ) bersama Kepala Bappeda Kota Bengkulu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana ( DP3APPKB ) Kota Bengkulu serta pejabat di lingkungan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) Provinsi Bengkulu di ruang kerjanya, Selasa, 10/5.

Ia mengajak sejumlah instansi terkait dalam penanganan stunting untuk bekerja secara konkrit. Untuk itu perlu adanya rencana kerja dan peta sasaran. Jangan tenggelam dengan kebiasaan lama dengan kegiatan rutin dan serimonial belaka, pinta Dedi.

Menurut dia, selain sekolah-sekolah sebagai lokus penanganan stunting sektor hulu. Tidak kalah penting pemerintah harus melibatkan para tokoh, tokoh adat, pemuda, tokoh agama yang dilakukan secara bergotonmg royong. Penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif.

Ia menyakini jika penangnan stunting dilakukan secara konvergensi maka kasus kurang gizi kronis di daerah itu dapat ditekan hingga mencapai zero stunting pada 2024 mendatang, ujar Dedi optimis. Berdasarkan data hasil Studi Status Gizi Indonesia ( SSGI ) 2021 merilis prevalensi stunting di Bengkulu sebesar 22,2 persen yang menempati posisi ke-lima dari 10 kabupaten/kota di Bengkulu.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. (rs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *